Mengarungi lautan, tak hanya
 dilakukan nelayan pencari ikan. Para arkeolog bawah air dari Pusat 
Arkeologi Nasional juga melakukan hal yang sama. Bedanya, mereka bukan 
untuk mencari ikan, melainkan menguak keberadaan situs sejarah di 
perairan Indonesia.
Baru-baru ini mereka berhasil menemukan sebuah 
bangkai kapal selam U-Boot milik tentara Nazi, Jerman, di perairan Laut 
Jawa, tepatnya di Karimunjawa, Jawa Tengah.
Salah satu dari tim 
arkeolog bawah air Pusat Arkeologi Nasional itu adalah Shinatria 
Adityatama. Dia menceritakaan sedikit kisahnya menyelam dan menemukan 
bangkai kapal itu.
Adit, sapaan akrab pemuda kelahiran Yogyakarta,
 9 Desember 1987 ini, mengatakan dirinya baru mengetahui keberadaan 
bangkai kapal selam tersebut dari seorang nelayan di kawasan 
Karimunjawa. Tepatnya pada 2 tahun lalu. Ketika itu, dia bersama salah 
satu rekannya sedang melakukan hobi menyelamnya di daerah Karimunjawa.
"Saya
 lagi nyelam waktu itu, 2 tahun lalu. Saya tahu dari nelayan. Nelayan 
itu bilang kalau mau melihat ada kapal berbentuk tabung ada di tengah 
laut," kata Adit ketika ditemui di kediamannya di bilangan Pejaten, 
Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2013).
Mendapat informasi itu, Adit 
tak langsung menyelam. Dia bersama temannya itu kemudian melakukan riset
 dan mencari tahu jenis kapal yang tenggelam tersebut. Tak hanya itu, 
Adit juga melapor ke Pusat Arkeologi Nasional.
Penasaran dengan 
infromasi keberadaan kapal selam yang karam itu, Adit yang pada saat itu
 masih menjadi mahasiswa Universitas Gajah Mada berniat bergabung dengan
 Tim Pusat Arkeologi Nasional. Usai lulus dari Fakultas Arkeologi pada 
2012, rasa penasaran terhadap bangkai kapal selam itu agak sedikit 
terbuka. 
Dia akhirnya berkeja sebagai peneliti di Pusat Arkeologi
 Nasional pada saat itu dan terus melakukan riset tentang keberadaan 
bangkal kapal selam tersebut. Setelah melakukan riset panjang, kemudian 
dibentuklah tim yang terdiri dari 16 orang untuk melakukan pencarian 
bangkai kapal tersebut.
Tim gabungan yang terdiri dari peneliti 
Pusat Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Yogyakarta, penyelam dari 
Sentral Selam Yogyakarta, serta beberapa penduduk lokal yang telah 
mengunjungi situs sebelumnya akhirnya bergerak mencari keberadaan kapal 
selam itu.
Tim tersebut berangkat tidak menggunakan kapal speed 
boat atau kapal mewah. Dengan menumpang kapal yang biasa mengangkut 
sembako yang disewa, mereka mulai bergerak. Tanggal 8 November 2013 
malam, tim kemudian bergerak menuju lokasi situs. Adit menuturkan, 
lokasi situs itu berjarak sekitar 10 jam dari pulau Karimunjawa.
"Kami
 baru sampai ke lokasi pada 9 November dinihari. Tapi kami belum 
menyelam. Kami masih harus melakukan pencarian berjam-jam sebelum 
berhasil menemukan titik keberadaan bangkai kapal," tutur Adit.
Menurut
 Adit, tim baru terjun ke laut tempat kapal itu sekitar pukul 05.00 WIB.
 Tak mudah memang, 6 jam kemudian Adit dan timnya baru menemukan kapal 
itu sekitar pukul 13.00 WIB. "Kami mulai terjun ke situs sekitar jam 5 
pagi dan baru berhasil ketemu kapal jam 1 siang," ucapnya.
Saat 
ditemukan tim penyelam, kondisi kapal hanya tinggal separuh. Bagian 
buritan kapal atau bagian belakang kapal sudah tidak ada. Namun 
kondisinya masih cukup baik untuk menunjukan bentuk kapal selam
Proses
 pencarian dan pengangkutan sampal artefak dari bangkai kapal memakan 
waktu sekitar 3 hari. Selama rentang waktu tersebut, tim peneliti berada
 di tengah laut dan melakukan segala aktifitas mereka di atas kapal. 
"Tiga hari kami di atas kapal saja, segala aktivitas kami," ujarnya.
Dengan
 berbagai perlengkapan dan perbekalan yang sudah disiapkan, tim 
menghabiskan waktu selama 3 hari menetap di situs yang berada di tengah 
laut.
Dalam satu hari, ada 3 tim penyelam yang masuk ke dalam 
situs. Setiap tim yang terdiri dari 2-3 penyelam secara bergantian 
melakukan penyelaman sebanyak 2-3 kali dalam sehari. "Kami baru selesai 
tanggal 11 November karena cuacanya memang sudah tidak memungkinkan," 
jelas Adit.
Sebelum berangkat, tim memang sudah diingatkan bahwa 
dalam beberapa hari cuaca di laut akan memburuk dan berbahaya untuk 
melakukan pelayaran. Oleh karenanya tim berburu dengan waktu sebelum 
cucaca semakin memburuk.
Akhirnya setelah berjibaku di tengah laut
 selama 3 hari, tim kemudian kembali dan berhasil membawa beberapa 
sampel artefak untuk diteliti. Artefak tersebut di antaranya, 2 buah 
piring dengan lambang Nazi dan merk pabrik yang biasa memproduksi barang
 untuk keperluan angkatan bersenjata Jerman. 
Menurut Adit, piring
 tersebut diperkirakan adalah piring produksi tahun 1939. "Kami hanya 
membawa beberapa sampel saja. Yang kami bawa itu, untuk kami teliti 
kembali," tambahnya.
Selain itu ditemukan pula kancing yang 
terdapat logo angkatan laut di atasnya, teropong binocular, kacamata 
selam, pipa untuk nafas, batre/aki, sol sepatu, penutup panel listrik, 
dan saklar instalasi listrik.
Meski berhasil menemukan berbagai 
jenis barang bersejarah itu, Adit mengaku masih belum dapat menemukan 
bukti kongkret dari jenis kapal selam yang karam itu. Tak hanya itu, 
Adit dan timnya juga belum dapat menemukan berapa awak di dalam kapal 
tersebut.
"Yang tidak kami temukan adanya buku-buku prajurit yang 
ikut dalam kru kapal. Dari catatan sejarahnya, setiap anggota Nazi yang 
ikut berlayar dengan kapal selam ini mempunyai buku tanda pengenal. Tapi
 itu sudah tidak ada, dan kami duga sudah hancur," jelasnya.
Sebagai seorang arkeolog, Adit menganggap pengangkatan bangkai kapal selam yang karam sekitar tahun 1944 itu tak perlu dilakukan. Menurut Adit, peninggalan sejarah yang berada di dalam laut sejatinya memang harus dibiarkan.
"Itu
 sebagai bukti kalau di negara kita ini, dahulunya juga menjadi saksi 
perjalanan sejarah dunia seperti kapal selam ini yang ada pada zaman 
perang dunia kedua," tutup Adit. (Eks)





0 komentar:
Posting Komentar